TANGKAL RADIKALISME MELALUI SEMINAR KEBUDAYAAN

 

Sumber Foto: Dok.Untag Humas Surabaya
KABAR UNTAG

Maraknya intoleransi dan tindakan radikalisme atas kelompok atau golongan tertentu, yang tumbuh berkembang di kalangan mahasiswa, merupakan embrio tumbuhnya tindakan ekstrimisme dan terorisme. Dari latar belakang tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa UNTAG Surabaya selenggarakan Seminar Nasional dengan tema Menangkal Radikalisme dengan Kebudayaan. Bertempat di R. Soeparman Hadipranoto gedung Graha Wiyata lt. 9, seminar tersebut dihadiri 450 mahasiswa UNTAG Surabaya dari lintas angkatan dan lintas program studi, Rabu, (21/11).

Turut hadir dalam seminar tersebut Wakil Rektor 1 UNTAG Surabaya-Dr. Ir. Muaffaq A. Jani, M.Eng, untuk membuka acara. Melalui seminar nasional itu Muaffaq berharap civitas akademika UNTAG Surabaya bisa menarik hikmah sehingga berdampak baik bagi almamater. Kepala Career and Counseling Center-Dr. Andik Matulessy, M.Si, Psikolog tampil sebagai keynote speaker. Dia memaparkan fakta bahwa banyak kampus besar dan 41 masjid yang terdampak radikalisme baik diskursif maupun keinginan melakukan perlawanan pada negara. “Radikal berarti radic yang berarti akar. Artinya ada kelompok tertentu yang menginginkan perubahan. Radikalisme ini terkait dengan paham yang melakukan kekerasan dan melawan negara. Segala sesuatu yang dipahami secara tidak kontekstual akan memunculkan paham yang merasa kelompoknya paling benar dan kelompok lain salah,” terang Andik.

Lebih lanjut dia menjelaskan penyebab radikalisme menurut kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yaitu: masalah personal misalnya ketidakadilan atau kemiskinan, ketidaksukaan atau kekecewaan atas etika dan moralitas elit politik yang buruk, permusuhan elit politik yang menimbulkan sinisme bahwa demokrasi bukan yang terbaik serta pemahaman amar ma’ruf nahi munkar dalam agama yang disalahartikan.

Dimoderatori oleh Dosen Psikologi UNTAG Surabaya-Eko April Ariyanto S.Psi., M.Psi., pembicara utama adalah Budayawan-Puti Guntur Soekarno yang menyampaikan materi tentang Merajut Nilai Identitas Budaya yang Peka dengan Zaman. “Tema ini seram menurut saya. Seakan-akan keadaan Indonesia sedemikian gentingnya. Seakan-akan perpecahan di depan mata. Seakan-akan intoleran telah merebak. Indonesia akan tetap berdiri tegak beribu-ribu tahun lamanya dan tidak akan pernah terpecah. Untuk mengetahui identitas bangsa, maka kita harus tahu sejarah bangsa. Cara menghargai identitas adalah jas merah,” tutur Puti. Menurutnya perguruan tinggi menjadi basis radikalisme dan keadaan ekonomi tidak lagi menjadi penyebabnya. Perkembangan teknologi informasi yang borderless menjadi sarana penyebaran aksi radikalis dan intoleran.

Senada dengan Puti, Komisaris Polisi-Agus Prasetyo, SH., M.Hum. menyatakan bahwa saat ini  indoktrinasi melalui media massa terutama televisi dan media sosial berkembang semakin cepat. “Anda sekalian sebagai generasi Z dimudahkan dengan adanya teknologi. Radikalisme adalah embrio dari terorisme. Jika anda tidak bijaksana dalam memilah informasi maka akan berdampang negatif. Anda tidak akan bisa menyaring kalau anda tidak kuat,” katanya. Dia menerangkan bahwa ada 6 tipologi radikalisme, yaitu: radikalisme gagasan, radikalisme milisi, radikalisme separatis, radikalisme premanisme, radikalisme lin (budaya, politik, suku) dan radikalisme teroris. (um/aep)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REKTOR UNTAG SURABAYA SAMBUT KUNJUNGAN MA ASH-SHOMADIYAH TUBAN